PROBLEMATIKA DALAM MENDIDIK ANAK DAN TANGGUNG JAWAB HAMBA TUHAN SEBAGAI ORANGTUA
BAB I
PENDAHULUAN
Keluarga adalah jantung masyarakat. Di dalam keluarga itu terjadi awal dari segalah sesuatu gagasan, sikap, keyakinan, dan perasaan. Betapa pentingnya keluarga dalam sebuah wadah sosial, yakni masyarakat. Dari keluarga muncul sebuah komunitas masyarakat dan dari masyarakat muncul sebuah bangsa. Kestabilan kehidupan berkeluarga berpengaruh dengan kestabilan sebuah komunitas masyarakat. Keluarga yang stabil akan menjadi landasan yang teguh bagi anggota keluarga. Karena hampir kepribadian setiap orang terbentuk dari keluarga. Tetapi bagaimana dengan keluarga yang kehidupan keluarganya tidak stabil. Harus diingat bahwa kehidupan keluarga yang tidak stabil akan terlihat dari munculnya masalah-masalah. Memang masalah tidak pernah lepas dari kehidupan setiap orang. Masalah itu ada dimana-mana, dan dialami oleh setiap orang.
Masalah-masalah dalam keluarga tidak hanya dialami oleh orang awam. Khususnya dalam kehidupan keluarga Kristen, masalah hidup ini pasti ada, dan tidak tertutup kemungkinan bagi setiap hamba Tuhan juga pasti mengalami hal yang sama. Ada banyak macam, bentuk dan faktor pemicu munculnya masalah dalam keluarga. Masalah yang yang dihadapi adalah persoalan bersama, oleh sebab itu sebagai anggota keluarga yang baik harus dihadapi atau diselesaikan secara bersama-sama. Walaupun masalah itu sendiri mempunyai tingkat kerumitan atau kepelikan yang berbeda-beda. Tidak jarang kondisi yang sama dialami oleh keluarga hamba-hamba Tuhan zaman sekarang. Masalah-masalah yang muncul, biasanya berkaitan dengan pelayanan di jemaat, relasi dengan rekan hamba Tuhan dan juga masalah keluarga. Dalam paper ini penulis mengangkat masalah yang terjadi khususnya dalam kehidupan keluarga hamba Tuhan yaitu dalam hal mendidik anak.
Dalam paper ini penulis memilih judul “Problematika Dalam Mendidik Anak dan Tanggung Jawab Hamba Tuhan Sebagai Orang Tua.” Memang ada banyak masalah yang terjadi dalam keluarga. Tetapi sedikit sekali orang yang mau melihat masalah-masalah yang terjadi pada anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga. Khususnya dalam hal ini adalah masalah-masalah yang sering diperbuat oleh anak-anak atau remaja. Kenakalan remaja ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan keluarga kaum awam, tetapi juga dalam kehidupan para hamba Tuhan. Hal ini penulis buktikan sendiri melalui kehidupan keluarga penulis, serta ditambah pula kehidupan keluarga para hamba Tuhan yang ada di tempat penulis berdomisili. Rata-rata masalah yang dialami adalah bagaimana mengatasi masalah kehidupan pergaulan anak-anak.
Elia, mengalami hal yang sama, problem yang ia alami adalah bagaiaman mengatasi kejahatan anak-anaknya. Rupanya masalah anak-anak ini, khususnya dalam kehidupan keluarga para hamba Tuhan bukan hal yang baru lagi. Karena hal ini sudah terjadi secara berulang-ulang kali dalam keluarga yang berbeda, tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda pula. Mungkin ini adalah masalah pertama yang akan terlihat keluar dari sebuah keluarga, sebelum masalah-masalah yang lainnya muncul. Penulis sengaja memilih topik ini karena penulis melihat bahwa masalah yang sering timbul dalam keluarga hamba Tuhan adalah masalah kenakalan remaja. Mengingat topik ini, biasanya menjadi pembicaraan menarik bagi masyarakat umum. Karena menurut penilaian dari luar, baik buruk sebuah keluarga sering dipantau dari kehidupan anak-anak sebuah keluarga, bahkan juga bagi keluarga hamba Tuhan.
Pdt. Kevin Gerald, mengatakan “Anak-nak kita adalah pesan hidup yang kita kirim ke masa depan ke tempat dimana kita tidak dapat pergi.”[1] Memang benar bahwa anak itu adalah pesan yang hidup untuk menyampaikan kondisi keluarga. Sehingga tidak salah pula apa yang dikatakan oleh Salomo dalam Amsalnya bahwa “Mahkota orang-orang tua adalah anak cucunya….” Anak-anak ibaratnya pembawa sebuah slogan yang menyatakan kedamaian, kasih, atau kekacauan, percekcokan dalam sebuah keluarga.
Melihat hal-hal seperti di atas mendorong penulis untuk mengungkapkan penyebab-penyebab munculnya masalah dalam kehidupan anak-anak para hamba Tuhan. Penulis akan menggunakan beberapa pendekatan yang memicu munculnya masalah serta bentuk-bentuk permasalahan yang muncul. Pada bab terakhir penulis akan membahas beberapa solusi yang menjadi tindak lanjut dari para orang tua untuk menolong anak-anak dari bahaya yang mengancam serta upaya untuk menjaga nama baik sebagai gembala yang harus menajadi teladan bagi jemaat-jemaat awam.
BAB II
MASALAH DAN PENYEBAB MASALAH
DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK
A. Masalah-Masalah Yang Sering Timbul Dalam Kehidupan Anak Remaja
Problem kenakalan remaja (jurvenile deliquency) bukan suatu masalah yang timbul dalam hal yang kecil, tetapi hampir terjadi baik kota-kota besar maupun di kota-kota kecil atau “daerah.” Problem kenakalan remaja dapat dilihat dari berbagai macam bentuk tindakan dari remaja-remaja seperti, perkelahian antar sekolah atau antar kelompok (‘genk’), penyalagunaan obat bius, hubungan seksual secara bebas, abortus, pencurian dan sebagainya. Problem seperti ini tidak tertutup kemungkinan juga dialami oleh anak-anak para hamba Tuhan. Di bawah ini penulis memberikan gambaran betuk-bentuk kenakalan remaja serta penyebab-penyebanya. Kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, sesuai dengan kaitannya dengan norma hukum yakni:
1. Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan dengan pelanggaran hukum. Contohnya adalah berbohong, membolos, keluyuran, memiliki dan membawa bendah tajam, bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku cabul, ikut dalam pelacuran, berpakaian tidak pantas.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa. Contohnya perjudian, pencurian, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, pelanggaran tata susila, pembunuhan, pengguguran kandungan.
Menurut Dra. Y. singgih. D. Gunarsa, mengkalsifikasikan kemungkinan yang menjadi latar belakang munculnya kenakalan remaja.[2]
1. Kemungkinan berpangkal pada si remaja sendiri:
a) Kekurangan penampungan emosionil
b) Kelemahan dalam mengendalikan dorongan-dorongan dan kecendrungannya.
c) Kegagalan prestasi sekolah atau pergaulannya
d) Kekurangan dalam pembentukan hati nurani
2. Kemungkinan berpangkal pada lingkungan:
a) Lingkungan keluarga
b) Lingkungan masyarakat:
i. Perkembangan teknologi yang menimbulkan kegoncangan mental bagi remaja yang belum memiliki kekuatan mental untuk menerimanya.
ii. Faktor sosial-politik, sosial-ekonomis sesuai dengan kondisi setempat.
iii. Kepadatan penduduk yang menimbulkan persoalan demografis.
B. Kenakalan Remaja Ditinjau Dari Beberapa Pendekatan
1. Pendekatan Psikobiologis
Menurut Granville Stanley Hall, masa anak-anak sebagai masa sebelum remaja merupakan suatu masa dimana masih kurang terlihat adanya nilai-nilai moral dan etik. Bahkan dikatakan pada masa usia tersebut memperlihatkan sifat-sifat dari orang-orang yang berkebudayaan rendah. Sedangkan pada masa remaja baru terbentuk sifat-sifat manusiawi yang lebih tinggi dan lebih sempurnah. Sekaligus pada masa ini terlihat pula adanya keadaan labil dan kegoncangan emosionalitas, dan juga kepekaan terhadap pengaruh lingkungan yang terlepas dari fisiologis. Arnold Gesell sependapat dengan Stanley Hall dan mengakui juga adanya pengaruh dan peranan proses kematangan biologis dan proses perkembangan anak.
2. Pendekatan Kebudayaan (antropologis)
Pendekatan psikobiologis dengan pola-pola tingkah laku tertentu bagi perkembangan anak ternyata kurang dapat diterapkan pada perkembangan masa remaja, karena dinamika perkembangan masa remaja sulit diseragamkan secara universal di muka bumi. Anak dalam perjungan mempertahankan kelangsungan hidupnya sangat tergantung dari orang lain terutama orangtuanya yang mengaturnya. Selanjutnya anak memasuki masa remaja sebagai masa peralihan sebelum memasuki masa dewasanya. Justru pada masa peralihan ini, ia akan mengalami proses melepaskan ikatan dengan orangtua remaja dalam proses “pelepasan diri” dari orangtua dan orang lain akan menunjukan perbedaan-perbedaan sesuai dengan kebudayaan, dimana remaja itu hidup dan dibesarkan.
Pendekatan kebudayaan (antropologis) bisa juga dikatakan sebagai faktor sosiologis. Faktor sosiologis ini merupakan faktor eksternal yang menunjang terjadinya kenakalan anak remaja. Dalam hal ini berkaitan dengan lingkungan, dimana anak dibesarkan yang turut mempengaruhi pertumbuhan anak. Termasuk di dalamnya adalah latar belakang keluarga, komunitas dimana remaja berada, dan lingkungan sekolah.
3. Pendekatan Psikoanalitis
Aliran psikoanalitis yang lama menganggap masa remaja sebagai suatu masa di mana kebutuhan dan aktivitas seksuil timbul lagi setelah mengalami masa laten dengan penekanan terhadap segalah aktivitas seksuil. Bertambahnya tingkah laku seksuil pada masa ini biasanya menyebabkan timbulnya rasa takut dan emosionalitas yang tidak stabil.[3] Tugas utama dalam masa remaja ini adalah memperoleh kembali keseimbangan-keseimbangan antara ekspresi dan kebutuhan seksuil.
Perubahan dan perkembangan anak seperti di atas terjadi secara umum bagi setiap anak yang normal. Selagi ia masih menjadi anak-anak dan menuju pada usia remaja maka ia akan melewati hal-hal seperti ini. Demikian juga bagi setiap anak hamba Tuhan juga akan mengalami hal yang sama. Penulis bukan melihat hal ini secara subjektif, tetapi kenyataan memang demikian, bahwa setiap anak akan mengalami proses untuk menuju ke masa dewasa. Namun harus diingat bahwa itu bukanlah sebuah kesalahan besar, karena masa seperti itu adalah bagian dari proses pembentukan seorang pribadi. Akan tetapi yang harus diingat bahwa dalam hal ini orang tua mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan seorang anak. Oleh sebab itu orang tua harus berperan aktif untuk mengarahkan putera-puterinya bertumbuh dalam suatu kondisi atau wadah yang berada dalam kontrol orangtua.
Pengawasan orang tua menjadi penting karena di dalam keluargalah setiap pribadi akan dibentuk untuk menjadi manusia yang berahkalak mulia. Apalagi bagi seorang hamba Tuhan yang menjadi cerminan bagi setiap jemaat Tuhan. Biasanya jemaat mempunyai harapan-harapan yang tinggi yang hampir melebihi kemampuan sang hamba Tuhan. Sehingga ketika terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan mereka, mereka menjadi kecewa dan terjadi kekurangpercayaan kepada sang gembala mereka. Hal inilah yang mejadi pokok pembahasan penulis di dalam bab 3. Penulis akan menuliskan bagaimana tanggapan dan tindakan seorang gembala dalam menyikapi setiap perkembangan anak demi menolong setiap jemaat awam yang mempunyai pemahaman yang salah tentang keberadaan keluarga seorang hamba Tuhan.
Seperti telah dibahas sebelumnya, penyebab kenakalan remaja bisa digolongkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor sosiologis, faktor psikologis, faktor biologis. Dari ketiga faktor ini terlihat, satu benag merah yang terentang dari satu faktor ke faktor yang lainnya. Hal ini bekaitang dengan orangtua. Dalam faktor sosiologis, latar belakang keluarga, akan didapati mengenai orangtua. Sementara itu, faktor biologis menyiratkan adanya hubungan atau pengaruh genetik yang tentu saja diperoleh dari orangtua terhadap anak.
C. Beberapa Kesalahan Orangtua dalam Mendidik Anak
Keluarga mempunyai peranan penting di dalam pertumbuhan/perkembangan pribadi seorang anak. Sebab keluarga adalah lingkungn pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai tugas untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak.[4] Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang dibutuhkan oleh seorang anak, dan cara mendidik itu akan menentukan prinsip dasar dan arah bagi seorang anak. Tetapi tidak jarang juga orangtua yang memiliki konsep yang salah hal dalam hal mendidik anak.
1) Anak diperlakukan hanya sebatas sebagai ‘anak’
Kebiasaan budaya Timur dan Barat memiliki perbedaan dalam prinsip mendidik anak, tetapi bukan berarti di antara keduanya ada yang lebih baik atau ada yang tidak baik. Hanya saja kebiasaan di Timur adalah anak yang dilahirkan sampai seterusnya hanya dipandang sebatas seorang anak, tetapi jarang ada orangtua yang memandang anaknya sebagai seorang manusia yang berpribadi. Sehingga dengan demikian orangtua tersebut memberikan kebebasan yang bertanggung jawab kepada anak-anaknya.
2) Sikap memanjakan
Pemanjaan yang berlebihan dapat mengkerdilkan pribadi anak-anak, sebab mereka tidak dididik di dalam kasih sayang yang menanamkan nilai-nilai. Sebab itu anak yang dimanjakan akan menjadi kurang matang, kurang memiliki inisiatif, malas mengurus keperluannya sendiri dan selalu tergantung kepada orang lain. Juga anak menjadi egoistis.
3) Kerapuhan nilai-nilai religiusitas
Pegertian kerapuhan di sini adalah sesuatu yang dibangaun tanpa dasar yang kuat, sehingga kurang memiliki dasar atau pegangan untuk berdiri di atas landasan tersebut. Sedangkan nilai-nilai religius adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan penghayatan iman dengan Allah. Jadi kerapuhan nilai-nilai religiusitas berarti keluarga yang dibangun tanpah dasar penghayatan iman tanpah hubungan dengan Allah.
Bukan tidak mungkin ini hal di atas juga terjadi di dalam kehidupan hamba Tuhan, karena kesibukan pelayanan orangtua maka kebutuhan kasih-sayang dan bimbingan orangtua kepada anak bisa terhambat atau terlambat. Oleh karena itu orangtua harus merubah pola pikir ini, yakni orangtua jangan terlalu terobsesi dengan pelayanan sehingga kebutuhan anggota keluarga tidak diperhatikan, bila perlu keluarga harus lebih utama dari pada pelayanan luar, karena memenuhi kebutuhan keluarga juga adalah pelayanan yang penting.
4) Kurangnya Waktu Untuk Bersama dengan Keluarga
Banyak anak-anak yang terlantar di rumahnya sendiri. Belain kasih sayang dari orangtua jarang didapatkan, dan bahkan asing bagi mereka. Mengapa hal ini terjadi? Ternyata jawabannya adalah, karena terlampau banyaknya kepercayaan yang diberikan oleh orangtua, sehingga anak dibiarkan hidup sendiri dengan fasilitas-fasilitas yang tersediah. Jawaban lainnya adalah kesibukan orangtua yang tak bisa terelakkan, alasan pelayanan yang padat, usaha mencari nafkah hidup, dan masih banyak alasan lainnya.
Masalahnya adalah anak-anak tidak terlalu butuh dengan semua yang menjadi alasan orangtua tersebut. Paling penting bagi anak-anak adalah kebersamaan, kasih sayang, perhatian, kerja sama, dan bimbingan yang langsung dari orangtua, singkatnya adalah menghadirkan Kerajaan Allah yang kongkrit dalam keluarga.
BAB III
TANGGUNG JAWAB ORANGTUA DALAM MASA
PERKEMBANGAN ANAK
Orangtua mempunyai peranan yang sangat penting dalam membesarkan dan mendidik anak. Orangtua mempunyai waktu yang lebih banyak untuk bersama-sama dengan anak-anak mereka daripada dengan orang lain seperti guru, kawan-kawan dan masyarakat umum. Mendidik anak adalah sebuah keharusan karena ini adalah tanggung jawab orangtua. Di bawah ini penulis memberikan beberapa cara mendidik anak terutama dalam membimbing anak untuk memasuki masa remaja dan dewasa. Serta penyelesaian masalah-masalah anak remaja dalam masa transisi.
A. Dasar Teologis Tanggung Jawab Orangtua
Orang Kristen memiliki satu tanggapan yang berbedah dengan orang non Kristren mengenai tugas orangtua di bumi ini. Dalam Alkitab dengan jelas mengatakan “seperti bapa sayang kepada anak-anaknya…. Sebagaimana seorang ibu mencintai anak, demikian juga Bapamu yang di Sorga (Mzr 103: 13; Yes 66: 13). Dalam hal ini terlihat orangtua mempunyai suatu tugas yakni memperkenalkan Allah bagi anak, karena orangtua adalah wakil Allah. Itulah sebabnya anak-anak selalu belajar dari orangtuanya, apa yang dilakukan oleh orangtuanya itu juga yang akan dituruti oleh anak. Bahkan dalam pengalaman penulis, gambaran tentang Allah itu juga terkonsep melalui perlakuan orangtua. Orangtua yang penuh kasih dan bijaksana akan memberikan gambaran tentang Allah yang penuh kasih. Begitu juga orangtua yang kejam akan memberikan gambaran Allah yang suram bagi anak-anak. Oleh sebab ktu begitu pentingnya peranan orangtua dalam mendidik anak.
B. Cara-cara Mendidik Anak
a. Mendidik Sesuai Temperamen
“Temperamen + lingkungan = kepribadian.” Demikian isi tulisan di salah satu tabloid Kristen. Menurut Meiske Y. Suparman, Psi., temperamen merupakan sifat bawaan yang didapat anak dari orangtua maupun kakek dan neneknya. Didukung pula dengan pengaruh lingkungan dimana anak bertumbuh akan turut membentuk temperamen seorang anak. Masing-masing temperamen anak mempunyai kelebihan dan kekurangannya, tetapi tugas orangtua adalah mempotensialkan setiap keungulan anak untuk menekan setiap kelemahannyanya. Tentunya dengan cara ini akan menolong anak dapat beradaptasi sesuai dengan bakat dan kemauannya.
b. Memperhatikan Pergaulan Anak
Pergaulan anak-anak harus menjadi perhatian khusus bagi orang tua, dalam hal ini bukan berarti orangtua teralalu “meng-cover” pergaulan anak, tetapi untuk menjaga anak dari pengaruh-pengaruh buruk yang banyak terdapat dari berbagai sumber maka orangtua harus melakukan tugasnya sebagai orangtua. Pada usia-usia tertentu anak-anak suka hidup berkelompok, apabila tidak diperhatikan maka akan banyak peluang bagi anak-anak untuk salah memilih kawan sepergaulannya. Hal praktis yang bisa dilakukan adalah memilih lingkungan yang bisa menjadi tempat bertumbuh bagi anak-anak secara sehat dan wajar. Selain dari itu adalah memilih tempat sekolah yang berkualitas dan terjamin dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga pendidikan.
c. Menyediakan Waktu yang Banyak untuk Bersama-sama dengan Anggota Keluarga
Anak-anak yang diasuh oleh orangtua kandungnya pasti mempunyai perbedaan dengan anak-anak yang diasuh oleh orangtua asuh. Perbedaan ini sangat berpengaruh bagi perkembangan kepribadian anak-anak. Biasanya anak-anak yang selalu dekat dengan orangtuanya akan merasa lebih percaya diri dari pada anak-anak yang tidak bersama dengan orangtuanya, anak-anak hidup bersama dengan orangtuanya akan terlihat lebih sopan jika dibandingkan dengan anak yang diasuh oleh orang lain yang cendrung terlihat agresif.
Jadi yang penulis ingin sampaikan adalah bagaimana pentingnya kedekatan antara anak dengan orangtua yang mana dengan demikian menyediakan waktu yang banyak selama masa pembentukan karakter, mental, kerohanian, dan emosi seorang anak. Karena kebutuhan ini pun bukan hanya dibutuhkan oleh anak-anak tetapi juga oleh semua anggota keluarga. Dengan demikian kestabilan di dalam keluarga dapat terlihat dan menjadi kesaksian bagi umat yang lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Hal dasar yang harus dimengerti adalah masalah adalah hal yang biasa dan bahkan masalah adalah bagian dari kehidupan. Karena dengan adanya masalah, kepribadian setiap insan dapat terbentuk. Begitupun dengan apa yang dialami oleh setiap anak-anak. Pada usia-usia tertentu anak-anak akan mengalami krisis, hal ini wajar, akan tetapi akan menjadi tidak wajar jika dalam masa seperti ini campur tangan orangtua tidak ada, karena dalam masa-masa seperti ini anak-anak membutuhkan pertolongan orangtua untuk menuntun mereka ke jalan yang benar.
Seperti yang penulis sudah bahas dalam bab 2 bahwa kenakalan anak/remaja dapat dilihat melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan psikobiologis, dimana anak memasuki masa peralihan yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, pendekatan kebudayaan yakni adanya perubahan pola pikir anak seturut dengan lingkungannya, pendekatan psikoanalisa yakni adanya perkembangan seksuil dalam diri anak. Serta ditamba pula adanya kesalahan-kesalahan orangtua dalam mendidik anak, menimbulkan adanya banyak masalah yang harus ditangai.
Bagi penulis masalah ini harus ditangani, karena apalagi tugas seorang hamba Tuhan adalah memberikan teladan bagi jemaat. Tetapi bagaiman jika dalam keluarganya sendiri ada banyak masalah yang tidak teratasi, dan masalah yang timbul adalah dalam hal mendidik anak. Banyak anak-anak hamba Tuhan yang hidupnya hancur, terkontaminasi dengan perkembangan zaman yang tidak sehat. Hidup awut-awutan, miras, mengkonsumsi obat terlarang, berpakaian tidak wajar, dan bergaul secara bebas, yang sebenarnya adalah bagian dari anak-anak yang hidup secara duniawi, naum kini juga merambat dalam kehidupan anak-anak para hamba Tuhan.
Penekanan penulis dalam paper adalah masalah-masalah dan penyebab masalah dalam kehidupan anak-anak termasuk anak-anak para hamba Tuhan. Karena penulis rindu untuk hal ini diketahui secara dini, sehingga ke depan tidak kaget dengan persoalan-persoalan seperti itu dan dapat mengatasinya dengan benar. Sehingga sebagai seorang pembawa suara Tuhan dapat memberikan yang bermakna bagi jemaat.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa, Singgih D. Psikologi remaja. (Psikologi Remaja, 2000)
Gardner, James E. Memahami Gejolak Masa Remaja (Jakarta: Mitra Utama, 1989)
Mossholder, Ray. Cara Mendidik Anak. (Yogyakarta: Andi Offset, 1998)
Mulyono, Y. Bambang. Mengatasi Kenakanlan Remaja (Jogjakarta: Yayasan Andi, 2000)
Tong, Stephen. Membesarkan Anak Dalam Tuhan (Jakarta: LRII, 2000)
Comments
1. Anak dianggap sebagai "investasi"
Intinya harus ada "keuntungan" ketika anak sudah berhasil/ sukses ( dan selalu dipandang dari segi materi/ uang ). Disinilah peiskologi anak ditekan bahwa besuk kalo dewasa HARUS bisa berguna/ bermanfaat bagi orang tua bukan berguna bagi bagsa... apalagi berguna bagi Tuhan, jauhlah.....jauh.
2. Pengertian "sukses" tidak nya seorang anak selalu dilihat dari materi.
Orang tua berkata anak nya sukses ketika memiliki penghasilan milliar-an, daripada "kesuksesan" anak dalam menciptakan teknologi/ metoda ilmu pengetahuan yang baru. Intinya orang tua ingin melihat anaknya memiliki uang yang banyak daripada medali/ piala/ penghargaan yang banyak. Dalah hal inilah orangtua berusaha menentukan takdir si anak.
Apa yang terjadi ketika seorang anak datang pada papanya dan berkata "Papa, saya ingin menjadi pendeta di sebuah desa di pelosok negeri ini". Jawab papanya: "Kalo mau sukses kamu harus meneruskan bisnis papa, jadi pendeta ? pendeta itu miskin! hidup dari uang kolekte !" ( huft...... kenapa sukses selalu dilihat dari materi )
3. Anak diharuskan memperbaiki takdir orang tua yang "salah/ gagal".
"Dulu papa tidak bisa jadi Dokter sebab kakek mu tidak cukup uang, oleh karena itu sekarang kamu HARUS bisa !"
"Dulu papa gagal.... sekarang kamu HARUS bisa !"
"Papa tidak mau kamu mengalami kegagalan/ kesusahan yang dulu papah rasakan." (Tidak sadarkah kamu papa ? kesusahanmu/ kegagalanmu itulah yang membentuk karaktermu sehingga kamu menjadi sukses ? kenapa anakmu tidak kau ijinkan mengalaminya juga ? kenapa ? Bisakah memurnikan emas tanpa proses pembakaran ?)
4.Membanggakan dan menyombongkan anak didepan umum.
"Dulu saya mendidiknya dengan disiplin, keras... begini... begitu....sehingga anakku sekarang sukses! "
Bukankah seharusnya berkata " Tuhan sudah mendidik anakku dengan baik! " dengan demikian anakmu akan melihat bahwa Orangtuanya mengandalkan Tuhan dalam mendidik anak, dan dalam segala situasi anak pun akan mencontoh orangtuanya untuk mengandalkan Tuhan.
5. Orangtua merasa sebagai "tuhan" atas anaknya.
Orangtua adalah Wakil Tuhan untuk anaknya ! bukan "tuhan" atas anaknya. Jadi Otangtua tidak berhak menentukan nasib/ takdir anaknya. Orang tua sebenarnya tidak berhak mengambil keuntungan dari titipan ( titipan bisa di artikan sebagai "bukan miliknya" ). Seorang Wakil Gubernur harus tunduk pada Gubernur ! Bila Wakil diberi titipan uang untuk didepositokan. Berhak-kah Wakil mengambil keuntungan dari bunganya ? apakah itu lalu menjadi miliknya ? atau berhakkah sang Wakil mengalihkannya pada bursa saham ( dengan harapan bunga yang lebih tinggi dari sekadar deposito ) ?
Sadarlah hai para orang tua...... Anda adalah Wakil Tuhan untuk anak anak anda !
Seringkali orang tua berdoa begini : " Tuhan, berkati anakku, lindungi dia, buat berhasil segala pekerjaanya.... bla... bla... sukses...berhasil...berkati.... berkati... "
Coba sekarang mulailah berdoa begini :" Tuhan, ujilah anakku, beri halangan...rintangan...biar dia merasakan arti kegagalan, kesulitan, kepahitan.... DAN BERILAH DIA KEKUATAN DAN SEGALA SESUATU YANG DIA PERLUKAN UNTUK ITU, jadilah kehendakMu atasnya Tuhan, Amin."
Mari siapkan GENERASI PEMENANG yang memuliakan Tuhan !