Kritikan Terhadap Film Kentut
"Film Kentut" adalah sebuah film cukup fenomenal dan mendapat perhatian masyarakat dalam beberapa pekan karena berkaitan dengan judul film tersebut yang terbilang cukup unik dan membuat penasaran. Oleh karena rasa penasaran tersebut maka saya dan kawan-kawan saya yang pada dasarnya menjadikan "Soal Kentut" sebagai topik yg selalu Up to date dalam keseharian kami, maka kami menyempatkan diri utuk menyewah film tersebut di sebuah rental film. Detik-detik pertama ketika film tersebut sudah diputar kami cukup serius memperhatikan dan mencoba menerkah kemana arah film tersebut atau apa yang akan menjadi pesan dalam film tersebut. Memang kebiasaan ini sudah menjadi dara daging kami ketika sedang nonton, yakni berusaha menemukan hal-hal yang patut untuk dikomentari. Kebiasaan ini bukan hanya berlaku ketika sedang nonton film, namun juga ketika mata sempat melihat beberapa iklan yang menurut kami tidak masuk akal, maka itu pun tidak akan lewat dari ocehan kami. Walaupun kami sadar bahawa kami pun belum tentu bisa membuat seperti apa yang sudah ditetaskan oleh orang-orang yang sudah berjasa membuat film dan juga orang-orang menawarkan produknya melalui iklan. Namun karena ini hampir sudah menjadi kebiasaan maka apa yang hendak dikatakan lagi.
Back to topic, "Film Kentut" dari awal ketika kami mengikuti alur cerita film ini cukup menarik dan dan saya perlu ancungi jempol untuk orang yang membuat naskah film ini. Permainan kata-kata yang cukup diplomatis dalam menyampaikan kritikan-kritikan untuk beberapa hal yang terjadi di negeri ini patut diberikan point tinggi. Namun ada beberapa hal yang perlu saya kritik, pemilihan tokoh dalam film ini kurang tepat, seperti posisi si penyanyi dangdut itu sepertinya pemaksaan skenario. Saya juga cukup sebal dengan tokoh yang berdialek Papua, menurut saya orang itu memperkosa bahasa orang, dan dia tidak patut memerankan tokoh itu, bahasa yang dia gunakan ngawur, dan dari segi face tidak mendekati face orang-orang dari Indonesia timur. Saya sedikit jengkel ketika mendengarkan dialeknya yang ngawur itu. Tapi ya mau bagaimana lagi, film itu sudah terlanjur dipublikasikan, coba waktu itu mereka menanyakan saya, mengenai beberapa hal teknis itu, mungkin film ini akan lebih menarik,hehehehehee.
Sepertinya bukan cuma saya yang mengkritik film ini, ketika saya menjelajahi beberapa situs yang membahas film ini, saya mendapati ada beberapa blog yang cukup kesal dengan film ini, ada yang menulis seperti ini, "Film dibuka dengan
adegan-pembuka-super-gak-penting. Kenapa tidak penting? belum apa-apa
penonton sudah dikasih ceramah tentang kondisi negaranya (entah apa
negaranya). Yah, sangatttttttttttt membosankan. Saya tidak punya waktu
untuk mendengarkan curahan hati seseorang tentang negerinya. terlebih
lagi, terang-terangan di depan umum dan bersifat satu arah. Menurut saya, Idenya konyol tapi tidak
lucu. Yah, entah kenapa ada niatan bahwa ide utamanya adalah kentut.
Entah apa maksudnya, tapi ide itu malah tidak terdengar lucu. Yang ada
terlihat konyol dan kentut sekali. Ohyah, itu baru idenya doang. Cerita
utama di film ini adalah pemilihan kepala daerah disuatu daerah (yah
iyah lah. namanya juga kepala "daerah"). Haha. Yang saya sesalkan
adalah proyeksi calon yang sangat tidak masuk akal dan mengada-ada (dan
tentunya dibuat serusak mungkin. kalau perlu sebinatang mungkin). Mana
ada sih calon kepala daerah sekonyol dan sekentut Jasmera (terlebih
lagi terang-terangan). Yah, bagusnya, dia tidak munafik. Saya juga
tidak mau munafik kalau di pikiran saya bilang bahwa Jasmera adalah
tokoh khayalan nan kentut di negara tersebut. Saya tidak mengkritisi
apa yang dibilang Jasmera tapi tingkah lakunya yang dibuat serusak
mungkin".
Huummm, itulah kritikan dari orang tersebut yang cukup kesal dengan ide film ini. Namun saya sedikit berbeda dari beliau mengenai film ini. Saya suka dengan idenya yang mengaitkan hal "kentut" dengan situasi politik yang ada sesuai dengan skenario film ini. Namun hal yang membuat saya kurang puas dengan film ini adalah "ENDING" film ini yang tidak jelas dan membuat "Syak" sekali lagi membuat "Syak". Saya cukup kaget dan bercampur kesal dengan ending film ini, karena dari awal saya cukup serius mengikuti alur ceritanya, sampai pada klimas dan anti klimaks film ini. Namun yang membuat saya kesal adalah "ENDING"nya yang gak jelas dan membuat kecewa. Mestinya kan ada penyelesaian mengenai hasil pemilihan, yang walaupun orang akan bisa menerkah bahwa yang menang adalah ibu itu (Saya enggan menyebut namanya). Tapi ketidakjelasannya adalah bagaimana nasib dari rival dari ibu itu?, yaitu si "Jasmera". Bagaimana nasib rakyat setelah ibu itu memerintah? Trus bagaima kehidupan ibu itu setelah "Kentut" itu sangat-sangat dibutuhkan. Pemenggalan untuk mengakhiri film ini tidak tepat sama sekali, ini yang namanya pemaksaan. Ini yang membuat saya semakin berhati-hati dalam memilih film buatan Indonesia, karena endingnya seringkali tidak jelas dan membuat saya kecewa.
Sama halnya dengan apa yang diungkap oleh seseorang yang pernah kecewa dengan film ini dalam blognya, berkata seperti ini, "Overall, film ini super ngekhayal. Boleh
lah berdasarkan realitas, tapi adegan, dialognya benar-benar
dibuat-buat dan dipaksakan. SANGAT TIDAK cocok untuk menyindir. Kalau
mau nyindir yah setidaknya buatnya serealitas mungkin. Ini nyindir pake
dunia khayalan. gak nyambung bro! Katanya berdasarkan realitas, eh saya
lihat film berdasarkan imajinasi saja. Belum lagi film ini berusaha
lucu, eh kelewatan jadi konyol dan kentut. Masih banyak kesalahan
(bukan kekurangan) di film ini yang belum saya sebutkan diatas. Gini
ajah deh, kalau mau nyindir pemerintah yah buat film dokumenter ajah.
Potret kebodohannya, lalu tampilkan ke seluruh dunia biar tahu sebodoh
apa negara tersebut. Tambah curahan hati orang-orang. Gak perlu bentuk
curahan hati itu dibuat dialog yang maksa + terang-terangan dan dibuat
film. Buat ajah dalam bentuk sketsa yang muncul di televisi. CAPEK DEH.
DASAR FILM SUPER-KENTUT"! Trima kasih anda sudah membaca blog ini. Lantas apa pendapatmu mengenai film ini?
Comments