Sekelumit Kisah Saat Sekolah, Sebuah Refleksi di Hari Guru Nasional


Masih jernih diingatanku ketika itu saya duduk di kelas 2 Sekolah Dasar Masehi Pudda pada masa kepemimpinan Ibu Mia istri Pak Kades L. L. Putika (Alm). Saat itu wali kelas saya adalah Ibu Dorkas dari Ledo. Saya adalah siswa pindahan dari SD Puu Kapaka. Saya dipindahkan oleh karena bapak saya tidak ingin jika saya sekolah dekat rumah maka saya akan sering bolos karena ikut bapak pergi pelayanan. Itulah sebabnya saya harus memulai perjuangan yang baru di sekolah yang baru dan teman-teman yang baru. Saya masih ingat hari pertama saya masuk di sekolah yang baru sudah kenah 'hantam' di bagian perut dari seorang kakak kelas akibat diadu domba, nama orang yang memukul saya itu adalah Piter. Saya masih ingat namanya karena rupanya dia adalah kerabat dari orangtua angkat saya dimana saya tinggal saat itu. (Bapak S. B. Bili Alm mantan DPR Sumba Barat).

Saat-saat pertama di sekolah yang baru, saya memiliki masalah yang cukup memalukan, yakni belum dapat menulis nama sendiri sekalipun sudah naik kelas dua. Saya masih ingat wajah guru dan teman-teman saya yang menatap saya dengan keheranan oleh karena saya tak dapat menulis dan mengeja nama saya. Itu peristiwa yang cukup membuat saya malu. Bersyukurlah bapak S. B. Bili dan Mama Ibu Elisabet (Ibu Lis) tahu akan masalah saya ini sehingga setiap malam di rumah selepas makan, saya ada kelas privat belajar membaca dengan menyanyikan lagu "Menghalau Burung Pipit". Saya tidak ingat persisnya siapa pengarang lagu ini. Kemungkinan almarhum bapak S. B. Bili adalah pengarangnya. Sepenggal liriknya yang saya ingat berbunyi demikian, "Yosua tarik pada tali.. dan burung habislah terbang...". Namaku ada dalam baris lagu itu, dan hal itulah yang membuatku mudah mengingatnya. Selepas saya menyanyikannya, barulah beliau memperkenalkan huruf demi huruf dan saya harus mengulangnya. Beliau adalah guru dan figur saya, yang banyak menginspirasi saya.

Nama-nama Guru SD saya adalah, Ibu Mia dari Kanjapu, Ibu Dorkas dari Ledo, Ibu Lis dari Kanjapu, Ibu Gole dari KUD Kanduduka, Pak David dari Weekaka, Pak Agus dari Ngou Watu. Ibu Gole dan Ibu Lis adalah guru yang paling sering mengajari kami lagu-lagu baru dari Kidung Jemaat. Pak Agus dan Pak David adalah guru yang cukup ditakuti karena mereka tak segan-segan memukul kami dengan penggaris hitam yang tebal bahkan pernah dipukul menggunakan priang dari bambu karena kami bolos kelas. Sekalipun mereka keras mendidik kami, namun sekarang ini saya mengerti mengapa mereka demikian dalam mengajar kami. Itulah yang membuat kami berbeda dengan diri kami saat itu. Di Hari Guru, Hari PGRI yang jatuh pada hari ini, saya mengenang mereka para pahlawan tanpa tanda jasa yang telah rela membantah batin mereka ketika melepaskan rotan kasih pada betis dan jemari kami. Semoga Tuhan membalas jasa kalian, semoga masih banyak guru-guru yang meneladani karakter, motivasi, dan semangat juang kalian di era reformasi ini. Selamat Hari Guru-guru di seluruh pelosok tanah air. Teruslah mengukir dan menciptakan manusia Indonesia yang merdeka dan mandiri.

Comments

Popular posts from this blog

Apa itu N1, N2, N3, PM1?

Kumpulan Renungan Pribadi dlm Kitab Mazmur

WASPADAH TERHADAP SIKAP HIDUP AHLI TAURAT