Pacaran Menurut Iman Kristen

e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
- Pengantar : Topik yang Tak Pernah Lekang
- Cakrawala : Bagi yang Sedang Berpacaran
- Telaga : Perjodohan [T #24B]
- Tips : Memilih Pasangan Hidup
- Surat : Dukungan Doa

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

-*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

Khusus untuk menyambut Hari Kasih Sayang atau lebih akrab disebut
Hari Valentine, tanggal 14 Pebruari, maka e-Konsel sengaja muncul
lebih awal dari biasanya. Bagi Anda yang akan merayakannya dengan
pasangan terkasih, kami yakin Anda pasti sedang mempersiapkan banyak
acara menarik untuk dinikmati bersama. Tapi bukan berarti Hari
Valentine hanya bisa dirayakan dengan pasangan terkasih/pacar.
Anda juga bisa merayakan hari istimewa ini dengan orang-orang yang
Anda kasihi, baik itu orangtua, kakak, adik, teman, sahabat atau
siapa saja yang dekat dengan hati Anda.

Meneruskan edisi lalu yang mengangkat topik tentang "Pacaran Secara
Kristen", maka edisi ini kami membahas topik "Jodoh". Kami sengaja
menghadirkan dua topik ini untuk menghangatkan pembicaraan kita
tentang Hari Valentine. Memang harus kita akui bahwa topik "Jodoh"
memang tidak akan lekang oleh waktu. Tidak heran jika semakin hari
semakin banyak dan beragam artikel-artikel, tips, atau bahkan
pandangan-pandangan yang menyoroti masalah perjodohan. Di antara
isu-
isu perjodohan yang muncul, maka pernyataan kontroversi yang sering
muncul adalah yang mengatakan bahwa jodoh itu ada di tangan Tuhan
dan Dia pasti akan memberikannya pada waktunya nanti. Betulkah
demikian? Bagi Anda yang saat ini masih sedang menggumulkan tentang
siapa yang akan menjadi pendamping hidup Anda, maka ada baiknya jika
Anda menyimak sajian-sajian dalam edisi ini. Nah, tunggu apa lagi?
Cepatlah simak sajian kami.

Tak lupa, kami mengucapkan: Selamat Hari Valentine!

Redaksi


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

-*- BAGI YANG SEDANG BERPACARAN -*-

Setiap orang yang berpacaran cepat atau lambat harus mengambil
keputusan! Pada umumnya dilema yang dihadapi sama, yakni memastikan
bahwa kekasih kita adalah pasangan hidup kita yang tepat. Nah,
memastikan inilah yang sering kali menjadi masalah, sebab adakalanya
hari ini kita merasa yakin, besoknya malah merasa bingung. Untuk
mereka yang sedang berpacaran dan termasuk dalam kategori "ya-bing"
(ya yakin, ya bingung), di bawah ini ada beberapa butir petunjuk
yang mudah-mudahan bermanfaat.

PERTAMA, nikahilah seseorang yang mengasihi Tuhan. Mungkin ada
sebagian Saudara yang berteriak, "Saya tidak setuju! Orangtua saya
adalah orang Kristen, namun pernikahan mereka tidak harmonis."
Kepada Saudara yang berkata demikian, saya menjawab, "Saya setuju
dengan keberatan Saudara!" Tidak dapat dipungkiri, di dunia ini ada
pernikahan Kristen yang harmonis, namun ada pula yang tidak
harmonis. Pernikahan bukan hanya berkaitan dengan hal sorgawi,
pernikahan juga merupakan ajang dimana hal yang sorgawi dijelmakan
dalam interaksi dengan sesama manusia. Di sinilah kita bergumul
karena kita tidak senantiasa hidup dalam kehendak Tuhan yang
menekankan pentingnya hidup damai satu sama lain.

Namun demikian, izinkan saya sekarang menjelaskan pandangan saya
ini. Dalam 1Korintus 7:39, Rasul Paulus menyampaikan firman Tuhan
kepada para istri yang suaminya telah meninggal,
"... ia bebas kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya,
asal orang itu adalah seorang yang percaya."
Menikah dengan sesama orang yang percaya kepada Tuhan Yesus adalah
kehendak Tuhan sendiri. Dengan kata lain, unsur ketaatan memang
diperlukan untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Selain itu, pilihlah pasangan hidup yang bukan sekedar mengaku bahwa
ia seorang Kristen, melainkan seseorang yang mengasihi Tuhan dengan
segenap hati, jiwa, dan akal budinya. Saya dan Santy (istri saya)
tidak berani mengklaim bahwa kami senantiasa mengasihi Tuhan dengan
segenap hati, jiwa, dan akal budi. Namun, kami berani berkata bahwa
kami berupaya untuk senantiasa mengasihi (mengutamakan) Tuhan dengan
segenap hati, jiwa, dan akal budi. Tatkala saya memintanya untuk
kembali ke Indonesia, ia mengalami pergumulan yang berat (adakalanya
masalah ini masih mencuat sampai sekarang) sebab situasi kami saat
itu sudah lebih berakar di Amerika Serikat. Secara manusiawi, kedua
pandangan ini sukar ditemukan karena kami berdua tidak mau
sembarangan menggunakan nama Tuhan untuk mengesahkan keinginan
pribadi masing-masing. Faktor mengasihi Tuhanlah yang akhirnya
menyelesaikan masalah ini. Berbekal keinginan dan tekad untuk hidup
menyenangkan hati Tuhan, Santy memutuskan untuk pulang mendampingi
saya.

Hati yang rindu menyenangkan hati Tuhan, yang keluar dari kasih kita
kepada-Nya adalah faktor pertama yang harus dimiliki oleh pasangan
kita (sudah tentu oleh kita pula). Keharmonisan dalam pernikahan
bergantung pada kemampuan kita menyesuaikan diri satu sama lain.
Kemampuan kita menyesuaikan diri tidaklah terlepas dari keinginan
untuk menyesuaikan diri; sedangkan keinginan untuk menyesuaikan diri
sering kali harus timbul dari ketaatan kita pada Tuhan.

KEDUA, nikahilah seseorang yang mengasihi diri Saudara. Pasti ada di
antara Saudara yang bergumal, "Sudah pasti ia mengasihi saya, kalau
tidak, mana mungkin ia bersedia menjadi pacar saya sekarang."
Komentar saya untuk tanggapan Saudara adalah, "ya dan tidak", dalam
arti tergantung pada pemahaman kita akan makna kasih itu sendiri.
Dalam salah satu episode kisah "Return of The Condor Heroes", si
Gadis Naga Kecil berkata kepada Yoko, "Asalkan aku dapat bersamamu,
aku akan bahagia." (Saya tidak ingat secara persis kalimatnya, tapi
kira-kira itulah intinya). Sudah tentu ungkapan seperti ini adalah
salah satu akibat dari perasaan kita tatkala sedang mengasihi
seseorang. Namun, ungkapan ini sekali-kali bukanlah kasih itu
sendiri.

Saya akan menjelaskan apa yang saya maksudkan. Bedakanlah kedua
makna pernyataan ini. Pertama, "Karena saya mengasihimu, maka saya
ingin hidup bersamamu." Kedua, "Saya ingin hidup bersamamu, oleh
sebab itu pastilah saya mengasihimu." Kedua kalimat ini tidaklah
sama meskipun secara sepintas terdengar serupa. Kalimat pertama
menunjukkan bahwa keinginan hidup bersama timbul dari kasih; jadi
kasih dahulu setelah itu baru muncul keinginan untuk hidup bersama.
Kalimat kedua memperlihatkan bahwa keinginan hidup bersama
mendahului kasih dan kasih seolah-olah dianggap pasti ada, oleh
karena adanya keinginan hidup bersama.

Menurut saya, yang sehat adalah yang pertama. Kita mengasihi
seseorang dan karena mengasihinya, kita mulai berhasrat untuk hidup
bersamanya dalam mahligai pernikahan. Namun jika kita tidak berhati-
hati, kita bisa terperangkap dalam kesalahpahaman yang berkaitan
dengan kalimat kedua tadi. Kita bisa saja ingin hidup bersama dengan
seseorang, misalnya karena ia membuat kita bahagia. Sebelum
kehadirannya, hidup kita bak awan mendung dirundung kekecewaan.
Setelah kita bertemu dengannya, hidup kita ceria ibarat rumput yang
diselimuti embun pagi. Reaksi seperti ini tidak selalu salah, tetapi
apabila tidak mawas diri, kita bisa berpikir bahwa kita mengasihi
seseorang, padahal yang terjadi adalah kita senang berada di
dekatnya sebab ia berhasil memenuhi kebutuhan kita atau membawa
perubahan tertentu dalam hidup kita. Saya kira ini bukan kasih.

Kasih, sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan kita, dapat disarikan
dalam satu kalimat,
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia
telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal ...." (Yohanes 3:16)
Dengan kata lain, kasih bersifat mengutamakan kebutuhan atau
kepentingan orang lain, sebagaimana Tuhan Allah mengaruniakan Anak-
Nya agar kita dapat menikmati hidup yang bebas dari kuasa dan
kutukan dosa. Jadi, nikahilah seseorang yang mengasihi kita, yang
bersedia berkorban demi kebutuhan dan kepentingan kita. Kasihnya
kepada kita diwujudkan dalam kerelaannya mengutamakan kita,
sekurang-kurangnya ia berusaha untuk melakukannya meskipun tidak
sempurna. (Tidak usah saya tekankan lagi, sudah tentu kita pun harus
menjadi orang yang mengasihi dia seperti itu pula, baru kita layak
mengharapkan kasih yang serupa).

KETIGA, nikahilah seseorang yang dapat mengasihi dirinya. Secara
sepintas, saran ini bertentangan dengan butir kedua tadi. Bukankah
kalau kita mengutamakan kepentingan orang lain, hal itu berarti kita
mengesampingkan kepentingan pribadi? Betul, kita harus dapat
mengesampingkan kepentingan diri dulu baru bisa mengasihi seseorang
sedemikian rupa, namun ini tidak berarti bahwa kita menjadi orang
yang tidak mengasihi diri kita sendiri. Mengasihi diri hanya
dimungkinkan apabila kita telah mengenal siapa kita dan tidak
berkeberatan menerima diri apa adanya. Mengasihi diri hanya dapat
muncul apabila kita sudah memiliki konsep yang jelas dan tepat akan
siapa kita serta memandang diri dengan "kacamata" yang positif.
Mengasihi diri berarti mengutamakan kepentingan dan kebutuhan diri;
dengan kata lain, menganggap diri cukup berharga untuk diperhatikan
dan dipenuhi kebutuhannya.

Butir kedua dan ketiga harus berdampingan; apabila tidak, timbullah
masalah yang serius dalam pernikahan. Seseorang yang hanya
mengutamakan kebutuhan orang lain tanpa menghiraukan kebutuhannya
sendiri mungkin sekali adalah seseorang yang belum memiliki
kepribadian yang mantap. Sebaliknya, seseorang yang mengutamakan
kepentingannya belaka ialah seseorang yang egois dan serakah.
Keseimbangan antara mengutamakan orang lain dan mengutamakan diri
sendiri memang harus dijaga dengan hati-hati. Namun, yang jelas
orang yang dapat menghargai dirinya barulah bisa menjadi orang yang
menghargai orang lain. Tanpa penghargaan diri, penghargaan kita
terhadap orang lain merupakan kewajiban semata-mata atau keluar dari
rasa kurang aman.

Pada awal pernikahan kami, Santy dan saya juga terjebak dalam
perangkap "hanya mengutamakan kebutuhan yang lain". Ternyata sikap
seperti ini tidak dapat bertahan lama, karena kebutuhan dan
kepentingan kami masing-masing tidak bisa dikesampingkan terus
menerus. Sampai pada suatu titik, kami harus lebih vokal menyuarakan
apa yang menjadi kebutuhan kami. Setelah itu kami pun harus dan baru
bisa belajar memenuhi kebutuhan satu sama lain secara lebih terarah.
Apabila kita tidak mengkomunikasikan kebutuhan kita dengan jelas,
bagaimana mungkin pasangan kita memenuhinya dengan tepat pula?

Ketiga butir ini sesungguhnya merupakan penguraian dari perintah
agung Tuhan kita,
"Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum
yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang
sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri." (Matius 22:37-39)
Singkat kata, nikahilah seseorang yang hidup dalam perintah dan
firman Tuhan yang agung ini. Barulah setelah itu kita dapat
menikmati pernikahan yang agung.

-*- Sumber diedit dari -*-:
Judul Buletin: Parakaleo, Vol.2/2 April-Juni 1995
Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D.
Penerbit : STTRII
Halaman : 1 - 3


*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*

-*- PERJODOHAN -*-

Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang mengatakan bahwa jodoh
itu di tangan Tuhan sehingga tak jarang pula kita jumpai orang yang
hanya pasif dalam menantikan jodoh atau pasangan hidupnya.
Sebenarnya bagaimana pandangan kita sebagai orang Kristen menyikapi
pendapat yang seperti ini? Anda penasaran? Segera saja simak
cuplikan perbincangan dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. mengenai
perjodohan atau pasangan hidup. Selamat menyimak!

-----
T: Bagaimana pandangan iman Kristen tentang perjodohan atau jodoh
itu?

J: Pada dasarnya kita harus kembali pada konsep tentang maksud
"jodoh di tangan Tuhan". Alkitab tidak memberi kriteria yang
spesifik tentang jodoh kita. Bahkan kalau kita mau melihat dengan
seksama, Alkitab tidak secara langsung menceritakan kisah dimana
Tuhan menentukan jodoh orang. Yang kita ketahui dengan pasti pada
saat Tuhan campur tangan dan menentukan jodoh secara langsung
untuk seseorang adalah dalam kisah Ishak yang akhirnya menikah
dengan Ribka, hanya dalam kisah itu saja. Seolah-olah memang
Tuhan memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih jodohnya
dengan menggunakan prinsip-prinsip atau kriteria yang Tuhan sudah
tentukan untuk kita.

PRINSIP PERTAMA, kita ambil dari 2Korintus 6:14,
"Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang
dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan
apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau
bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?"
Jadi Tuhan menghendaki agar kita menjalin hubungan yang akrab,
membentuk pasangan yang kuat dengan yang seiman sebab
bagaimanakah mungkin kita dipersatukan dengan yang tidak seiman?
Saya juga akan bacakan 2Korintus 5:17,
"Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan
baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru
sudah datang."
Dari ayat ini disimpulkan bahwa sebagai orang Kristen kita adalah
ciptaan baru di dalam Tuhan dan seharusnyalah kita pun bersatu
dengan ciptaan baru yang juga di dalam Tuhan. Ayat-ayat ini cukup
kuat apalagi ditambah dengan 1Korintus 7:39,
"Istri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah
meninggal ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang
dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya."
Sekali lagi ditekankan bahwa kita menikah dengan yang percaya
pada Tuhan Yesus. Jadi prinsip pertama adalah Tuhan menghendaki
kita menikah dengan sesama orang percaya.

PRINSIP KEDUA juga dari 1Korintus 7:39, kita diberi kebebasan
untuk menikah dengan siapa saja yang kita kehendaki (maksudnya
dengan orang percaya), artinya yang sesuai dengan selera kita.
Jadi kita tidak harus menikah dengan tipe tertentu! Kita ini
masing-masing mempunyai keunikan dan selera yang juga unik dan
berbeda.

PRINSIP KETIGA diambil dari Kejadian 2, yaitu Tuhan meminta kita
memilih istri atau suami yang juga sepadan dan cocok dengan kita,
artinya yang pas menyangkut kecocokan sifat dan karakteristik.
Alkitab hanya memberi kita tiga pedoman dalam mencari jodoh.

Jadi dalam masa berpacaran kita perlu meminta hikmat Tuhan agar
bisa melihat jelas apakah orang ini cocok atau tidak dengan kita.
Konsep bahwa perjodohan di tangan Tuhan adalah benar, tapi dalam
prosesnya Tuhan meminta kita memperhatikan ketiga prinsip
tersebut.

-----
T: Dalam menentukan jodoh, banyak orang yang meminta tanda dari
Tuhan, misalnya kalau orangtuanya menghendaki berarti merupakan
pertanda bahwa hubungan mereka memang dikehendaki Tuhan.
Bagaimana dengan pemikiran seperti itu?

J: Ada bahaya kalau kita sedikit-sedikit meminta tanda dari Tuhan.
Kalau kita meminta tanda dari Tuhan, mintalah tanda yang mustahil
dilakukan manusia dan hanya Tuhan yang bisa lakukan. Contohnya
Gideon, tanda yang diminta Gideon adalah tanda yang berlawanan
dengan hukum alam. Memang pada umumnya Tuhan tidak turut campur
tangan dengan memberikan tanda-tanda khusus dalam mencari jodoh,
tetapi Tuhan memimpin kita melalui hikmat. Seringkali manusia
sebetulnya cukup melihat tapi tidak memiliki hikmat untuk mau
mengakuinya.
-----
T: Ada orang yang berpikiran atau berpendapat bahwa jodoh itu nanti
Tuhan sendiri yang akan memberikan. Bagaimana dengan pendapat
itu?

J: Ini juga kesalahan konsep, kita tidak sepasif itu. Dalam mencari
rumah, kita tidak pasif, bukan? Kita akan mencari rumah yang
cocok. Dengan kata lain Tuhan mengharapkan kita berfungsi secara
normal untuk hal-hal yang rutin, melakukan aktivitas-aktivitas
yang memang harus kita lakukan, termasuk aktivitas mencari jodoh.
Kalau rumah kita cari, pekerjaan kita cari, jodoh tidak kita cari
saya rasa itu pengertian yang tidak pas.
-----
T: Sekarang ada banyak program yang diadakan untuk mempertemukan
orang-orang yang belum menikah dan sebagainya, bagaimana dampak
sebenarnya?

J: Hal itu saya rasa baik, tetapi saya minta untuk tetap dalam
konteks yang seiman (prinsip-prinsip tadi harus tetap menjadi
acuan yang kuat). Jadi jangan sampai kita juga sembarangan
mengikuti biro jodoh-biro jodoh. Kita bisa mengikuti yang
diadakan gereja kita, misalnya, itu lebih baik.

-*- Sumber -*-:
[[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #24B
yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.
-- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat
e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org >
atau: < TELAGA@sabda.org > ]]


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

Tips yang kami tampilkan berikut ini merupakan cuplikan/potongan
artikel yang kami ambil dari sebuah artikel yang ditulis oleh Wahyu
Pramudya dengan judul: "Jodoh Di Tangan Tuhan: Benar atau Salah?"
yang dimuat di Situs 5roti2ikan. Jika Anda ingin membaca artikel ini
selengkapnya, silakan berkunjung ke alamat situs ini:
==> http://www.5roti2ikan.net




-*- MEMILIH PASANGAN HIDUP -*-

Allah menciptakan manusia dan memberinya kehendak bebas termasuk
dalam memilih pasangan hidup. Allah juga menciptakan manusia dengan
kemampuan untuk merasa dan berpikir dengan baik. Dengan kemampuan
untuk merasa dan berpikir inilah seharusnya manusia memilih
seseorang untuk menjadi pendamping hidupnya. Dalam proses pemilihan
tersebut, Alkitab memberikan beberapa pedoman penting:

1. Jangan memilih seorang yang bukan Kristen sebagai pasangan hidup.
-----------------------------------------------------------------
Rasul Paulus menyatakannya secara tegas dalam 2Korintus 6:14-15,
"Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan
orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat
antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang
dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat
antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang
percaya dengan orang-orang tak percaya?"
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, oleh karena menyangkut
satu hal yang sangat mendasar, yaitu dasar dan pandangan hidup.
Perbedaan dasar dan pandangan hidup akan mempersulit proses
komunikasi dan penerimaan satu dengan yang lain.

2. Pertimbangkanlah kesesuaian (compatibilities) antara diri Anda
dan pasangan Anda.
--------------------------------------------------------------
Allah menghendaki setiap orang Kristen mendapatkan pasangan yang
seimbang dan sesuai di dalam kehidupannya. Kejadian 2:20,
"Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-
burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi
baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan
dia."
Kesesuaian adalah kunci untuk sebuah hubungan yang kuat.
Kesesuaian tidak berarti sama persis, tetapi kesesuaian berarti
berbeda tetapi bisa saling melengkapi dan menerima. Kesesuaian
ini meliputi bidang-bidang: kerohanian, kemampuan rasio, dan
kematangan sikap hidup. Semakin sedikit kesesuaian yang ada,
semakin sulit untuk membangun relasi yang kuat dan mantap. Oleh
karena itu, sebelum hubungan bergerak terlalu jauh, perhatikanlah
masalah kesesuaian ini. Ingatlah, pernikahan hanyalah pengalaman
sekali seumur hidup.

3. Pertimbangkanlah karakternya.
-----------------------------
Dalam kisah Eliezer menemukan Ribka, Eliezer meminta Tuhan untuk
menunjukkan kepadanya seorang wanita yang tindakannya menunjukkan
kerendahan hati, ketaatan, dan sikap melayani (Kejadian 24:13-
14). Martin De Haan memberikan beberapa kualitas karakter yang
penting bagi orang Kristen yang akan memasuki pernikahan pada
masa kini:
a. Kesediaan untuk melayani, kerendahan hati (Yohanes 13:1-7,
Roma 12:16).
b. Kemurnian dalam hal seksual (Roma 13:13-14, Ibrani 13:4).
c. Prioritas yang benar dalam hidup (Pengkhotbah 2:1-11).
d. Komitmen untuk bergereja dan melayani (Ibrani 10:24-25).
e. Sikap mengasihi (Yohanes 13:35).
f. Penguasaan diri (Amsal 23:20-21).
g. Tanggung jawab (1Timotius 5:8).

Tentunya daftar ini tidak seharusnya menjadikan kita mencari orang
yang sempurna. Tidak ada orang yang sempurna, tetapi kesediaan untuk
terus belajar dan bertumbuh dalam karakter-karakter di atas
sangatlah penting.

Beberapa tips yang berguna
--------------------------
Dari kisah Eliezer menemukan Ribka bagi Ishak, terdapat beberapa
tips yang berguna dalam proses menemukan pasangan hidup yang cocok.
Perhatikanlah beberapa tips sederhana berikut ini:

a. Carilah di tempat yang tepat.
-----------------------------
Eliezer tidak mencari pasangan bagi Ishak di kampung orang
Kanaan. Ia mencari pasangan bagi Ishak di tempat di mana orang-
orang juga menyembah Tuhan yang benar. Demikian juga bagi kita
sekarang. Temukanlah calon pasangan hidup kita, di tempat yang
tepat.

b. Minta pertolongan Tuhan.
------------------------
Eliezer berdoa dan memohon pimpinan Tuhan (Kejadian 24:12).
Demikianlah juga hendaknya yang kita lakukan. Dengan berdoa
berarti kita mengakui keterbatasan yang ada, dan sekaligus
mengakui keutamaan Tuhan di dalam kehidupan kita.

c. Jangan mendasarkan keputusan semata-mata mengikuti satu "tanda".
----------------------------------------------------------------
Meskipun kita menyakini "tanda" itu berasal dari Allah; tetap
pergunakanlah akal sehat. Eliezer terus menerus mengamati dan
menilai Ribka, walaupun ia sudah mendapati bahwa "tanda" yang
dimintanya telah terpenuhi (Keluaran 24:21).

d. Meminta pertimbangan orang lain.
--------------------------------
Ribka pun sebelum ia akhirnya bersedia mengikuti Eliezar,
terlebih dahulu mendengarkan pendapat dari keluarganya
(Keluaran 24:51, 58-61). Satu hal yang perlu diingat dalam masa
pencarian pasangan hidup: "True love takes time".

Selamat mencari bersama dengan Tuhan!

-*- Sumber diedit dari -*-:
Judul Artikel: "Jodoh Di Tangan Tuhan: Benar atau Salah?"
Penulis : Wahyu Pramudya
Situs : 5roti2ikan < http://www.5roti2ikan.net/ >

Comments

Popular posts from this blog

Apa itu N1, N2, N3, PM1?

Kumpulan Renungan Pribadi dlm Kitab Mazmur

WASPADAH TERHADAP SIKAP HIDUP AHLI TAURAT